Kamis, 29 Juli 2010

ilmu tanah

I. PENDAHULUAN

a. Tujuan
Menganalisis morfometri, morfografi, morfogenesis, dan morfokronologi Landform : Volkan, Aluvial, Tektonik dan Struktural (Patahan dan Lipatan), Fluvio-Marine, Karst, dan Marin
b. Landasan Teori
Bidang Ilmu Tanah sangat berkepentingan dengan sumber daya lahan, karena “tanah” merupakan kaian utamanya dan komponen inti dari sumberdaya tersebut. Salah satu kepentingan dalam menilai (evaluate) potensinya adalah aspek morfologi, morfogenesis, dan makromorfologi. Ketiga aspek tersebut merupakan bagian dari kajian Geomorfologi.
Penilaian potensi lahan pada suatu wilayah (daerah) biasanya didekati dengan suatu “satuan lahan”. Satuan ini umumnya dicirikan oleh gabungan dari iklim, relief, tanah, air dan tumbuh-tumbuhan. Biasanya pada suatu satuan lahan terdiri ndri komponen yang hamper sama, karena bahan dan proses yang berlangsung sekelas. Oleh karena itu, batas penggambarannya (delination) harus mengacu pada bentuk lahan. Dengan kata lain, bentuk lahan dapat dijadikan sebagai kerangka dasar menentukan “satuan lahan”. Keunggulan pendekatan ini adalah, lebih mudah dan murah mengenali dan mengkelaskan (classified) bentuk lahan dengan penafsiran citra inderaja. Perbatasannya pun lebih teliti. Apabila tidak tersedia bahan tersebut, pengenalan dan pengkelasannya menggunakan peta rupa bumi dan peta tematik dalm membuat peta satuan bentuk lahan. Umumnya, dalam suatu bentuk lahan bahan (material) dan proses yang menghadirkannya sama, sehingga proses pembentukan tanah pun seragam. Selain itu bentuk lahan kebanyakan berhubungan dengan satuan batuan, satuan tanah, satuan air tanah bebas, masyarakat, tumbuh-tumbuhan almi dan bencana alam. Dengn demikian satuan lahan dapat pula digunakan sebagai kerangka dasar satuan peta tanah (SPT).
Kajian utama geomorfoloogi untuk analisis lansekap dan morfologi (bentuk-bentuk lahan) yang terdiri dari morfografi (uraian dari bentuk lahan) dan morfometri (ukuran bentuk lahan) dan morfogenesis (proses pembentukan bentuk lahan), morfoarangemen (tata ruang alamiah bentuk lahan). Aspek tersebut juga digunakan dalam mengkaji ilmu-ilmu tanah, khususnya pada kajian Pedologi, Klasifikasi Tanah, Survey dan Penilaian Lahan.
Kajian morfometri umunya menentukan kemiringan bentuk lahan, bentuk wilayah, kelas lereng, dan tinggi tempat, sedangakan kajian morfografi umumnya menentukan Grup bentuk lahan, batuan induk, dan sifat atau pemerian bentuk lahan. Kajian morfogenesis menentukan proses yang sedang dan sudah terjadi. Kedua proses ini terdiri dari proses pasif, aktif dan dinamis. Kajian morfokronologi umumnya menentukan umur, torehan, dan polal drainase suatu bentuk lahan.
Aspek tanah (pedologi) dan tumbuh-tumbuhan perlu dilihat. Kajian yang pertama umumnya menentukan proses pembentukan tanah yang dominan, factor pembentuk tanah yang menguasainya dan pemberian nama (kunci taksonomi tanah 1998). Kajian yang kedua umumnya menentukan vegetasi alami yang dibudidayakan.











II. ALAT DAN BAHAN

 Alat yang digunakan dalam praktikum ini :
1. Klinometer (Kompas geologi, klinometer Sunto, ataupun abney level)
2. Palu geologi dan kaca pembesar
3. Alat tulis lengkap (tatakan, pensil 2B, penghapus, penggaris, ballpoint, spidol, dan lain-lain)
 Bahan yang digunakan pada acara ini:
1. Peta topografi dan geologi lembar Banyumas, Purwokerto, Tegal dan Kebumen
2. Larutan HCl 10%
3. Pedoman Klasifikasi Landform, Petunjuk Praktikum Geologi dan Mineralogi, dan Kunci Taksonomi Tanah

















III. PROSEDUR KERJA

1. Landform yang akan dianalisis dikunjungi.
2. Untuk menentukan aspek morfometri, seperti: kemiringan bentuk lahan (menggunakan klinometer, kompas geologi, atau abney level), bentuk wilayah (relief- pengelasan berdasarkan pedoman pengelasan landform), dan kelas lereng, tinggi tempat (menggunakan peta topografi atau altimeter).
3. Aspek morfografi, meliputi Grup bentuk lahan, ditentukan dengan menggunakan pedoman pengelasan landform, bahan induk, ditentukan dengan menggunakan pedoman penentuan batuan, dan sifat atau pemerian bentuk lahan, ditentukan dengan menggunakan alat dan bahan pedoman pengelasan landform.
4. Alat dan bahan yang tersedia digunakan untuk menentukan aspek morfogenesis. Aspek morfogenesis umumnya menetukan proses yang sedang dan sudah terjadi. Kedua proses ini terdiri dari proses pasif (tentang tingkat pelapukan dan pergerakan massa tipe cepat), aktif (tentang volkanisme, tektonik dan proses pembentukan pegunungan patahan dan lipatan), dan dinamis (tentang erosi, pengendapan, pergerakan massa tipe lambat sampai sedang).
5. Kajian morfokronologi yang meliputi umur suatu bentuk lahan ditentukan dengan menggunakan peta geologi, sedangkan untuk torehan dn pola drainase ditentukan dengan pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan peta topografi ataupun peta hidrologi.
6. Aspek tanah (pedologi) dan tumbuh-tumbuhan perlu dilihat. Kajian yang pertama meliputi penentuan proses pembentukan tanah dominan, faktor pembentukan tanah yang menguasainya dan pemberian nama digunakan kunci taksonomi tanah 1998. Dan kajian kedua ditentukan vegetasi alami dan yang dibudidayakan.


IV. HASIL DAN PENGAMATAN

a. Hasil
a. TELAGA SUNYI, BATURADEN
1. No Pengamatan : 1
2. Lokasi Pengamatan : Telaga Sunyi, Baturaden
3. Nama Pengamat : Kelompok 1
4. Grup Utama Landform : Vulkanik
5. Sub Grup Landform : Lereng vulkan bawah kerucut vulkan
6. Sket Lansekap :

Keterangan:
1. Perbukitan
2. Sawah
3. Sungai
4. Batuan andesit
5. Jalan
6. Puncak

7. Sket landform :

Keterangan:
1. Batuan andesit
2. Batuan broxy
3. Vulkan
4.
5.
6.

8. Sket Lokasi Pengamatan :

Keterangan:
1. Terdapat telaga
2. Tegalan / sawah
3. Pepohonan
4.
5.
6

9. Diskripsi Lokasi Pengamatan :Banyak pohon damar, untuk hutan konservasi
10. Lithologi : QVl (Quarter Vulkan larva flow)
11. Genesis : Hasil erupsi gunung berapi
12. Land Use : penggunaan lahan untuk lahan,tegalan.
13. Relief : dari datar, bergelombang, berbukit
14. Kemiringan (%) : 21%
15. Ketinggian Tempat (mdpl) : ± 650 mdpl
16. Keterangan lain : Udara sejuk, merupakan landform yang paling subur, terdapat batuan andesit dan breksi (aliran larva yang sudah menglami pelapukan)



b. GUNUNG TUGEL
1. No Pengamatan : 2
2. Lokasi Pengamatan : Gunung tugel
3. Nama Pengamat : Kelompok 2
4. Grup Utama Landform : Tektonik dan Struktural
5. Sub Grup Landform : Cuesta
6. Sket Lansekap :

Keterangan:
1. Bukit
2. Sawah
3. Sungai Logawa
4. Gunung Tugel
5.
6.



7. Sket landform :

Keterangan:
1. Patahan
2. Angkatan
3. Escarpment
4. Dipping
5. Tanaman kacang tanah
6. Ketela pohon

8. Sket Lokasi Pengamatan :

Ketrangan:
1. Pekarangan
2. Perumahan
3. Pepohonan
4. Gunung Tugel
5.
6.

9. Diskripsi Lokasi Pengamatan : merupakan daerah lipatan, patahan dan berbukit-bukit.
10. Lithologi : Sandstone
11. Genesis : angkatan dan patahan
12. Land Use : untuk tegalan
13. Relief : berbukit
14. Kemiringan (%) : 28%
15. Ketinggian Tempat (mdpl) : 100 mdpl
16. Keterangan lain : Bayak pohon kelapa, bahan induknya berupa TPT (Tersier Pleosin Tapak), berupa tanah kapur, yang merupakan hasil sedimentasi dari kapur. Penyusun tanah ini merupakan mineral yang paling sempurna.

c. DAERAH ALIRAN SUNGAI SERAYU
1. No Pengamatan : 3
2. Lokasi Pengamatan : DAS Serayu
3. Nama Pengamat : Kelompok 3
4. Grup Utama Landform : Alluvial
5. Sub Grup Landform : Tanggul Sungai
6. Sket Lansekap :

Keterangan:
1. Sawah
2. Jalan raya
3. Sungai
4. Perbukitan
5. Pepohonan
6.

7. Sket landform :

Keterangan:
1. Dataran Banjir
2. Daerah Aliran
3. Tanggul Sungai
4. Sungai
5. Sawah
6.







8. Sket Lokasi Pengamatan

Keterangan:
1. Sungai
2. DAS
3. Cartchment area
4. Tanggul sungai
5. Daerah banjir
6.

9. Diskripsi Lokasi Pengamatan : merupakan sungai tua, yang ditandai dengan tidak terlihatnya bentara sungai tanggul. Sungai ini jug merupakan jalur sungai meander.
10. Lithologi : QVl
11. Genesis : pengendapan/sedimentasi
12. Land Use : sebagian sawah, lahan untuk budidaya pisang dan kacang.
13. Relief : berbukit
14. Kemiringan (%) : 2%
15. Ketinggian Tempat (mdpl) : 10 mdpl
16. Keterangan lain : sediment sungai serayu yang berada di ambang sungai serayu serig digunakan sebagai bahan bangunan.

d. KRUMPUT, BANYUMAS
1. No Pengamatan : 4
2. Lokasi Pengamatan : Krumput, Banyumas
3. Nama Pengamat : Kelompok 4
4. Grup Utama Landform : Tektonik dan Struktural
5. Sub Grup Landform : Perbukitan
6. Sket Lansekap :

Keterangan:
1. Bukit
2. Lembah
3. Pola drainase
4. Aliran air
5. Pohon Karet
6.

7. Sket landform :

Keterangan:
1. Lembah
2. Bukit
3. Pola drainase
4. Aliran air
5. Pohon karet
6.

8. Sket Lokasi Pengamatan :

Keterangan:
1. Jalan raya
2. Hutan Krumput
3.
4.
5.
6.

9. Diskripsi Lokasi Pengamatan : dekat jalan Buntu Banyumas, sebelah timur dari jalan raya 500 m, udara sejuk, banyak pohon karet. Jenis tanahnya sama dengan di Gunung Tugel, yaitu Ultisol.
10. Lithologi : Breksi dan andesit
11. Genesis : proses patahan dan lipatan
12. Land Use : kebun karet
13. Relief : perbukitan
14. Kemiringan (%) : 29%
15. Ketinggian Tempat (mdpl) : 210 mdpl
16. Keterangan lain : pohon melengkung atau miring dari selatan ke timur karena pengaruh arah lereng, sinar matahari dari pagi hingga siang.

e. KEMRANJEN
1. No Pengamatan : 5
2. Lokasi Pengamatan : Kemranjen
3. Nama Pengamat : Kelompok 5
4. Grup Utama Landform : Flivio-Marin
5. Sub Grup Landform : Teras marine super sand
6. Sket Lansekap :

Keterangan:
1. Teras lahan kering
2.
3.
4.
5.
6.

7. Sket landform :

Keterangan:
1. Pantai
2. Tegal atau perumahan
3. Sawah
4.
5.
6.

8. Sket Lokasi Pengamatan :

Keterangan:
1. Sungai
2. Pepohonan
3. Sawah
4.
5.
6.

9. Diskripsi Lokasi Pengamatan : dari waduk wadas lintang/ serayu ada perairan primer dan sekunder, terletak di dekat jalan raya.
10. Lithologi : batu pasir
11. Genesis : sedimentasi dan pengangkutan
12. Land Use : lahan basah untuk persawahan, sedangkan lahan kering untuk pemukiman rumah penduduk.
13. Relief : datar
14. Kemiringan (%) : 1%
15. Ketinggian Tempat (mdpl) : 20 mdpl
16. Keterangan lain : terdapat stratifikasi batuan, yang berupa teras dari sedimentasi air laut dan teras marin sub regen yang sudah mengalami perkembangan.

f. BUKIT KARST, GOMBONG
1. No Pengamatan : 6
2. Lokasi Pengamatan : Bukit Karst, Gombong
3. Nama Pengamat : Kelompok 6
4. Grup Utama Landform : Karst
5. Sub Grup Landform : perbukitan kapur/perbukitan Karst
6. Sket Lansekap :

Keterangan:
1. Bukit karst
2. Vegetasi
3. Sawah
4. Laut
5. Jalan
6.



7. Sket landform :

Keterangan:
1. Bukit
2. Sawah
3. Pantai
4. Jalan
5.
6.

8. Sket Lokasi Pengamatan :

Keterangan:
1. Bukit
2. Jalan raya
3. Vegetasi
4. Sawah
5. Pesisir
6. Laut

9. Diskripsi Lokasi Pengamatan : dekat pantai, dekat jalan raya, lokasi/medannya agak naik
10. Lithologi : batuan kapur
11. Genesis : sedimentasi dari binatng laut yang umurnay sudah bertahun-tahun
12. Land Use : kebun jati, pisang.
13. Relief : berbukit
14. Kemiringan (%) : 24%
15. Ketinggian Tempat (mdpl) : 50 mdpl
16. Keterangan lain : bukit ini terjadi karena proses sedimentai dan pengangkatan.

g. PANTAI LOGENDING.
1. No Pengamatan : 7
2. Lokasi Pengamatan : Pantai Lohgending, Ayah
3. Nama Pengamat : Kelompok 7
4. Grup Utama Landform : Marin
5. Sub Grup Landform : Pesisir pantai
6. Sket Lansekap :

Keterangan:
1. Perumahan
2. Laut
3. Sarang walet
4. Hutan
5. Pepohonan
6.

7. Sket landform :

Keterangan:
1. Garis cakrawala
2. Laut
3. Hutan
4.
5.
6.

8. Sket Lokasi Pengamatan :

Keterangan:
1. Garis cakrawala
2. Laut
3. Pantai
4.
5.
6.

9. Diskripsi Lokasi Pengamatan : pesisir tidak begitu luas, sehingga tidak terdapat bukit pasir, merupakan peralihan dari darat dan laut/pesisir.
10. Lithologi : pasir
11. Genesis : proses sedimentasi dari sungai, abrasi dri air laut.
12. Land Use : obyek wisata, pertokoan
13. Relief : datar
14. Kemiringan (%) : 0%
15. Ketinggian Tempat (mdpl) : 0 mdpl
16. Keterangan lain : pada saat surut, air mencapai 300 m, begitu pula saat pasang. Terdapat banyak tanaman mangrove (seperti pohon kelapa) dan tembakau (daunnya kecil-kecil) untuk mengurangi abrasi air laut


V. PEMBAHASAN

1. Telaga Sunyi, Baturaden (vulkanik)
Landform vulakanik yang diamati dalam praktikum analisis lansekap kali ini adalah di daerah Telaga Sunyi, Baturaden. Daerah yang terletak pada ketinggian 650 mdpl ini, termasuk dalam subgroup Kaldera. Yang dimaksud dengan gunung api kaldera yaitu gunung api yang mempunyai kawah sangat besar, dengan diameter lebih dari 2000 meter (Williams 1941; Williams and Mac Birney, 1979).
Landform ini terbentuk sebagai akibat dari hasil erupsi gunung berapi. Sehingga dapat dikelompokkan dalam gunung api kaldera longsoran. Menurut sutikno Bronto dalam bukunya Volkanologi, kaldera jenis ini terbentuk pada gunung-gungung api kerucut komposit yang sangat khas. Magma yang naik tidak dapat keluar melalui kawah pusat karena adanya sumbat lava yang sangat kuat di bawahnya. Oleh karena itu, magma kemudian ke atas menyebabkan lereng gunung api iitu menggembung (bulging) yang setelah melampuai titik maksimum penggembungan akhirnya tubuh gunung api itu longsor ke suatu arah. Terbentuknya kaldera dapat disebabkan oleh letusan hidrotermal di daerah gunung api yang sudah mengalami alterasi hidrotermal sanagt lanjut, dan gempa bumi tektonik.
Bahan utama penyusun batuan pada daerah lereng bawah menurut peta geologi adalah QVL (Quarter Vulkan Larva flow), sedangkan Gunung Slamet bagian bawah berupa QVA (Quarter Vulkan Alluvium). Landform ini merupakan bentukan dari larva yang mengalur dan membeku.
Jenis mineral yang dominan di daerah ini dalah breksi dan andesit. Mineral ini mempunyai kandungan silikat yang tinggi, sehingga berwarna cerah. Sedangkan jika kandungan mnagnesium yang tinggi, maka batuan tersebut berwarna lebih gelap. Kedua batuan ini merupakan alirn larva yang sudah mengalami pelapukan. Batuan ini menunjukkan adanya ciri khas batuan vulkanik yang berada di sekitar silikat dan berwarna hijau kehitaman. Batuan ini berasal dari pembekuan cepat dari magma yang mengalir dan dipengaruhi oleh besarnya kadar oksigen (O2).
Relief dari landform ini adalah sangat datar, bergelombang dan berbukit. Dengan kemiringan sebesar 21%. Landform ini memiliki torehan sangat tertoreh, dengan ciri-ciri jarak anatar punggung (ridges) sempit dan gullies sangat dalm dan sangat banyak.
Lahan bawah pada daerah ini digunakan untuk budidaya (hutan) dammar. Hal ini merupakan usaha konservasi yang bertujuan untuk menjaga kondisi alam dan keadaan tanah di daerah dengan kemiringan 21% dan torehan sangat tertoreh. Selain itu, penanaman dammar juga bertujuan untuk menjaga ketersedian air untuk daerah di bawahnya. Hutan damar tidak hanya digunakan untuk konservasi, tetapi juga untuk industri dan obyek wisata.
Sedangkan pada lahan atasnya, merupakan lahan dengn tingkat kemasaman yang cukup tinggi, yaitu berkisar antara 4 – 4,5. Selain itu berdasarkan klasifikasinya, tanah pada landform vulkan ini umumnya berupa tanah andisol. Tanah ini erupakan tanah subur, berwarna hitam dan kaya unsure hara. Sedangkan pada lahn ini cocok digunakan untuk budidaya tanaman palawija, sayuran dan teh.
Curah hujan di daerah ini sangat tinggi dan memiliki ketersediaan air yang baik. Ketersediaan air ini didukung oleh adanya beberapa mata air besar. Mineral andesit yang dominan berupa andesit QVl dan QVa. Batuan-batuan yang terdapat di daearah ini berupa batuan intermediet yang tidak terlalu basa dan tidak terlalu asam.
Sungai yang ada mengalir pada daerah batuan yang terbentuk dari larva yang membekas. Hal ini dapat terlihat dari saling menyatunya batuan-batuan yang dialiri air dan terlihat memanjang. Dan sungai yang ada memiliki aliran yang relative konstan. Pohon-pohon yang tumbuh di pinggir sungai yang tertata rapi serta udara yang sejuk menambah keindahan daerah ini.

2. Gunung Tugel (Patahan dan Lipatan)
Gunung ini dibelah oleh sungai yaitu Sungai Logawa, dan karena dibelah jadi tugel, maka gunung ini disebut dengan Gunung Tugel. Landform ini merupakan daerah antara bukit dengan bukit yang ditengahnya terdapat sungai. Bukitnya tesambung sampai daerah krumput. Gunung tugel merupakan daerah patahan yang ditandai dengan gang-gang pada peta, tetapi patahannya tidak begitu jelas karena sudah tererosi. Gunung Slamet dan Gunung Tugel merupakan daerah yang yang tererupsi. Namun, Gunung Tugel lebih dahulu tererupsi, yaitu pada zaman tersier. Sedangkan pada Gunung Slamet pada jaman kuarter. Erupsi yang terjadi pada Gunung Slamet ini berpengaruh sampai ke daerah krumput dan hasil dari erupsi ini yang paling dominant adalah sandstone (pasir).
Bahan induk yang terdapat pada landform ini adalah TPT (Tersier Pleosin Tapak) yaitu formasi tapak yang umurnya sudah tua, tediri dari batu pasir kasar, tetapi terdapat juga napal (kapur lunak yang berwarna abu-abu sampai kuning). Ketinggian tempat ini adalah 95 mdpl. Dan ketinggian atau amplitudo bukit ini kurang dari 50 m. Landform yang memiliki kemiringan sebesar 25% ini tergolong dalam relief berbukit.
Landform ini terbentuk sebagai akibat dari proses angkatan dan patahan. Angkatan merupakan proses dimana tanah berkembang secara tegak lurus ke atas. Sedangkan patahan terjadi karena tekanan yang kuat dan berlangsung sanahggt cepat. Tekanan melampaui titik patah batuan. Batuan tidak hanya retak-retak, tetapi displancoment. Sudah terpisah satu sama lainnya. Daerah sepanjang patahan umumnya merupakan daerah pusat gempa bumi karena selalu mengalami pergeseran batuan kerak bumi di samping bidang patahan-patahan. Patahan ini terjadi karena gaya tektonik yang merupakan tekanan dari dalam bumi yang menyebabkan pengaruh-pengaruh yang nyata di permukaan bumi seperti patahan ini.
Di daerah ini atau di Gunung Tugel digunakan untuk tegalan. Karena bila ditanami sayuran akan sulit disebabkan bidang patahan berupa bidang miring. Tanah di daerah ini merupakan tanah ultisol.
3. Sungai Serayu (alluvial)
Pengamatan selanjutnya yaitu disepanjang bantaran sungai serayu yang wilayahnya terletak sekitar 200 m dari jalan raya di desa Kaliori.
Grup utama landform sungai serayu adalah grup alluvial (alluvial landforms) dengan lahan-lahan alluvial yang terbentuk karena proses fluvial dari endapan sungai baru (resen dan subresen) berlapis-lapis yang dicirikan dengan adanya kerikil atau batu yang bentuknya bulat (rounted). Selain memiliki grup utama landform juga memiliki sub grup utama sungai meander dan pada dasar lembah sungai.
Sub grup utama sungai meander dapat dilihat dengan ciri-ciri bentuk yang berlingkar-lingkar pada sungai serta terdapat di wilayah datar dengan kecepatan arus relatif lambat. Dibagian pinggir sungai terdapat tanggul sungai (river levee) merupakan bagian tinggi di sungai serayu yang memanjang di kiri-kanan sungai yang terdiri dari bahan endapan sungai yang kasar dan butiran besar. Sedangkan pada daerah lembah berukuran sempit sehingga sangat sulit dipisahkan karena sempitnya. Lokasi ini mempunyai dasar lembah sempit dengan punggung tinggi di kanan-kiri sungai.
Apabila dilihat dari pengamatan yang dilakukan, pada proses pembentukan tanggul sungai serayu yang diamati sekarang sudah tidak begitu jelas dikarenakan umur sungai yang sudah relatif tua dan seringnya terjadi banjir yang menyebabkan proses pengikisan sungai. Proses ini menyebabkan endapan-endapan yang terdapat disepanjang sungai terangkut. Tetapi tidak berpengaruh terhadap bentuk wilayah yang dicirikan oleh tidak adanya torehan di landform alluvial sungai serayu. Proses yang lain yang mempengaruhi proses pembentukan lahan-lahan alluvial adalah terjadinya pengendapan dari bahan berat seperti batuan.
Dari pengamatan menggunakan peta geologi, terdsapat bahan induk penyusun sungai serayu berupa batuan sedimen alluvium yang sangat halus seperti pasir yang berda di hulu, sehingga menimbulkan relief yang datar dengan kemiringan 2 % sedangkan ketinggian tempat sekitar 10 m dpl.
Sungai serayu ini berfungsi sebagai penyalur air hujan pada suatu daerah aliran sungai (DAS). DAS adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama. Menurut pola-polanya, DAS dapat dibedakan menjadi DAS dengan pola “Bulu Burung”, pola “Radial/melebar”, dan pola “parallel/sejajar”.
Jenis tanah di daerah ini diklasifikasikan ke dalam tanah Entisol, dengan komposisi 5% dan tanah Inceptisol dengan komposisi 95%. Tanah Entisol merupakan tanah yang belum membentuk pedogenik nyata, karena proses pelapukannya baru diawali. Tanah ini terbentuk dari hasil bahan induk yang sukar lapuk seperti pasir kwarsa, atau terbentuk dari batuan keras yang larutnya lambat seperti batu gamping. Tanah jenis ini mempunyai topografi miring sehingga kecepatan erosinya melebihi pembentukn horizon pedogenik atau pencampuran horizon oleh tanah atau hewan. Variabilitas kadar lempung dan C organik menandakan alluvium yang berlapis-lapis (Klasifikasi Tanah, 1990).
Sedangkan tanah Inceptisol mempunyai tipe karakteristik yang merupakan kombinasi atau gabungan dari beberapa sifat, antara lain tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari tiga bulan secara berturut-turut selama musim kemarau, satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silica amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan (loamy sand) dengan beberapa mineral lapuk, dan kemampuan kation menahan fraksi lempung yang sedang sangat tinggi dengan kisaran C organik dan kpk yang sangat tinggi (Klasifikasi Tanah, 19900.
Penggunaan lahan di sekitar sungai Serayu sangat cocok digunakan untuk pengembangan usaha pertanian (sawah) serta kehutanan (hutan pinus). Akan tetapi pada sebagian lahan di sekitar sungai juga terdapat lahan kering yang tidak dimanfaatkan.

4. Hutan Krumput (tektonik dan structural)
Landform yang diamati pada pengamatan keempat adalah Grup Landform Tektonik dan Struktural yang berada di hutan krumput. Sub-grup yang diamati yaitu pegunungan lipatan . daerah ini mempunyai ketinggian 210 m dpl dengan tingkat kemiringan 29 %.
Hutan krumput mempunyai bentuk permukaan tanah yang berbukit-bukit, sehingga mempunyai relief perbukitan dengan ketinggian antara 50-300 m dan relief pegunungan dengan ketinggian 730 m. daerah ini tersusun dari bahan induk vulkanik intermediet. Bahan induk dari batuan bekudicirikan dengan tidak mempunyai kandungan fosil, teksturnya mampat,padat, serta berstruktur homogen dengan bidang permukaan yang sama ke semua arah dan sesuai dengan proses pembentukannya. Batuan beku vulkanik intermediet merupakan batuan yang mencapai permukaan bumi dalam keadan cair, dan proses pembekuannya berlangsung di atas permukaan bumi dengan kadar SiO2 antara 52-65 %.
Jenis tanah yang terdapat di hutan Krumput adalah jenis tanah Ultisol. Karakteristik dari tanah ini adalah mempunyai translokasi lempung dan juga pelindian (leaching) yang intensif. Sifat tanah Ultisol dicirikan dengan terbentuknya argilic horizon dengan persediaan basa rendah, terutama horizon yang lebih rendah dan suhu tanah tahunan tengah (mean annual soil temperature) lebih tinggi dari 80 C atau 470 F. tanah Ultisol mempunyai kadar lempung yang terakumulasi dalam horizon tertentu, kemudian menurun berangsur lebih ke bawah, kpk umumnya rendah, kejenuhan basa makin ke bawah makin menurun karena sirkulasi basa tanaman atau pemupukan (Klasifikasi Tanah, 1990).
Hutan Krumput mengandung batuan Andesit. Kandungan kwarsa pada batuan beku ini hanya sedikit sekali atau bahkan tidak ada. Mineral pokok batuan ini adalah plagioklas yang terdapat dalam jumlah sama atau melebihi jumlah total mineral berwarna kelam seperti biotit, homeblende, dan augit. Batuan ini termasuk dalam batuan intermediet dengan kadar SiO2 57,5 %. Umumnya batuan ini menghasilkan tanah yang kaya dan subur, karena banyak mengandung unsure basa dan mudah mengalami pelapukan, sehingga tanahnya bertekstur halus. Mikroskopis batuan ini tersusun atas phenokrist plagioklas yang besar dan mineral berwarna hitam kelam seperti amfobol, biotit, dan augit dalam bahan dasar feldspar yang berbentuk jarum mikrolit dan kadang-kadang gelas (Klasifikasi Tanah, 1990).
Daerah ini juga mengandung batuan breksi . Batuan breksi juga berasal dari andesit yang tergabung menjadi terlepas, kemudian tertimbun jutaan tahun atau terlempr berkilo-kilometer. Bentuk kerucutnya masih runcing-runcing.
Hutan Krumput terbentuk dari proses lipatan dan patahan. Selin itu, daerah ini juga memiliki interfluves agak lebar dengan gullies dangkal dan panggung yang sempit serta gullies sangat dalam dan sangat banyak.
Landuse pada lahan ini sangat cocok digunakan untuk perkebunan karet. Keadaan pohon karet yang melengkung atau miring dari arah selatan ke timur disebabkan adanya pengaruh arah lereng serta pengaruh sinar matahari dari pagi sampai siang. Hal ini menunjukan bahwa tanah mengalami pergeseran atau pergerakan mengikuti aliran air, sehingg tanah menjadi tidak stabil. Tanahnya bersifat masam, karena banyak menyerap Al dan Fe dari bahan yang terdapat di dalam tanah, sehingga daun mudah rontok. Vegetasi yang terdapat di daerah tersebut selain pohon karet adalah selenium yang digunakan untuk konserasi dan pupuk daun.

5. Kemranjen (marine)
Pengamatan yang dilakukan pada pengamatan kelima adalah pengamatan terhadap grup utama landform yang berada di Kemranjen, Kecamatan Sumpiuh, yaitu grup Landform Marine. Sub-grup yang diamati adalah sub-grup Landform Teras Marine subregen yang sudah berkembang atau sub-grup teras rawa belakang. Sub-grup ini terbentuk karena adanya dataran rendah yang menyerupai sungai atau perairan yang lebar. Dataran tersebut dalam waktu tertentu mengalami proses sedimentasi dan pengangkatan secara terus menerus, dan terbentuk perbukitan disekitar daratan yang dapat mengalirkan air secara periodic dan air yang menggenang akan menimbulkan terjadinya rawa. Bagian-bagian teras rawa belakang antara lain adalah sawah, lahan kering yang digunakan untuk perkampungan, saluran irigasi, serta rawa.
Teras rawa belakang yang terdapat di daerah Kemranjen merupakan bekas daerah danau yang mempunyai relief datar dengan kemiringan sekitar 1 %, serta ketinggian tempat 20 m dpl. Wilayah rendah ini berada di belakang tanggul pantai atau arah selatan pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Jenis batuan induk penyusun teras ini adalah batu pasir.
Lahan yang terletak di bagian dalam adalah lahan kering yang digunakan untuk pemukiman penduduk. Sedangkan daerah di sekitar teras rawa belakang dimanfaatkan untuk areal persawahan. Hal ini disebabkan jenis tanah daerah ini adalah kwarter alluvial atau jenis tanah Inceptisol yang sangat cocok digunakan untuk budidaya tanaman padi.
Daerah Kemranjen memiliki interfluves agak lebar, dengan gullies dangkal atau agak tertoreh di sekitar rawa. Daerah ini diklasifikasikan sebagai daerah yang mempunyai sedikit torehan dengan pola drainase paralel.

6. Karst
Pengamatan keenam pada praktikum ini adalah di daerah perbukitan kapur (karst) yang berada di Bukit Kapur, Logending, Gombong. Grup utama landform yang diamati di daerah ini adalah landform karst, dengan sub-grup yang diamati berupa perbukitan kapur (karst).
Landform karst merupakan suatu landform yang didominasi oleh bahan batu gamping massif dengan kondisi lingkungan yang tidak teratur. Karst adalah jenis batuan gamping yang telah mengalami proses pelarutan dengan batuan asam karbonat dan batuan asam lainnya, sebagai hasil dari proses pembusukan sisa-sisa tumbuhan di atasnya. Sub-grup utama landform karst (perbukitan kapur) merupakan wilayah tinggi dari batu gamping dengan pola berbukit kecil dengan ketinggian relatif sama dan bertebing curam. Daerah ini mempunyai kemiringan ± 24% dengan ketinggian sekitar 50 m dpl.
Karstifikasi didominasi oleh proses pelarutan batu gamping, yaitu diawali dengan larutnya CO2 di dalam air membentuk H2CO3. Larutan H2CO3 tidak stabil sehingga terurai menjadi H+ dan HCO32-. Ion H+ selanjutnya menguraikan CaCO3 menjadi Ca2+ dan HCO32-. Proses terbentuknya landform ini berasal dari adanya bahan-bahan karst berusia lanjut. Kemudian dataran laut mengalami pengangkatan tenaga endogenik dalam jangka waktu tahunan. Selanjutnya bukit-bukit mengalami erosi, sehingga terbentuklah kerucut atau cone.
Faktor yang mempengaruhi pembentukan karst yaitu faktor pengontrol dan faktor pendorong. Faktor pengontrol menentukan dapat tidaknya proses karstifikasi berlangsung, sedangkan faktor peengontrol menentukan kecepatan dan kesempurnaan proses karstifikasi, yaitu temperatur dan penutupan lahan. Faktor pengontrol terdiri dari :
1) Batu-batuan mudah larut, kompak, tebal dan mempunyai banyak rekahan.
2) Curah hujan cukup
3) Batuan terekspos pada ketinggian yang memungkinkan perkembangan sirkulasi air atau drainase secara vertikal.
Jenis batuan dapat ditentukan pada perbukitan karst, antara lain adalah batuan sedimen dan batuan kapur. Akan tetapi, daerah ini lebih didominasi oleh batuan kapur atau gamping. Cara untuk mengetahui ada atau tidaknya kandungan kapur pada suatu batuan dapat dilakukan dengan pengujian larutan HCl 10%. Apabila batu yang ditetesi larutan HCl 10%, akan menghasilkan gelembung atau buih, berarti batuan tersebut mengandung kapur.
Ciri khas yang terdapat pada bentang alam ini antara lain :
1) Tidak terdapat drainase atau sungai permukaan.
2) Terdapat gua dan sistem drainase bawah tanah.
3) Terdapat cekungan tertutup.
4) Pada musim kemarau tanaman kering dan terlihat gersang.
5) Dari jauh mempunyai bentuk-bentuk kubah (dome).
Berdasarkan keadaan wilayah dan kondisi tanahnya, lahan di perbukitan daerah karst dapat digunakan untuk menanam jenis tanaman yang dapat hidup dengan drainase kurang atau daerah kering. Adapun jenis tanaman yang tumbuh di daerah ini antara lain tanaman jati, pisau, padi gogo, dan lain-lain. Sedangkan potensi lain yang dapat dikembangkan yaitu di bidang pariwisata, karena terdapat banyak gua-gua dengan sumber air bawah tanah. Selain itu juga dapat digunakan sebagai sarana olahraga, seperti panjat tebing.
Tingkat kerusakan lingkungan di daerah karst disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1) Usaha gampingisasi lahan-lahan pertanian.
2) Pembakaran batu gamping untuk bahan bangunan.
3) Pengambilan fosfat, guano, mineral kalsit, stalaktit dan stalagmit dari gua.
4) Komersialisasi gua-gua batu gamping.
5) Konstruksi bendungan di daerah karst.
6) Kerusakan total kawasan batu gamping dan pembuatan semen.

7. Pantai Ayah (marine)
Pengamatan terakhir dilakukan di daerah Pantai Ayah, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Grup utama landform yang diamati adalah landform marine, dengan sub-grupnya yaitu pesisir pantai (sand beach). Pesisir pantai merupakan sub-grup marine yang mendominasi pantai ayah. Di samping terlihat adanya lumpur yang berasal dari muara sungai yang mengalir ke laut. Di muara sungai tidak terbentuk delta, hal ini disebabkan aliran sungai relatif kecil dan kurang kuat. Pada bagian-bagian pantai ayah terdapat sungai bengawan serta bentangan karst atau srigunung. Sungai bengawan sangat dipengaruhi gelombang laut dan proses pengangkutan sehingga mempunyai bentuk sangat berbelok.
Sub-grup pesisir pantai terbentuk karena adanya endapan gelombang laut baik dari bahan pengikisan tebing maupun dari bahan-bahan yang dibawa sungai ke laut. Bahan-bahan yang terangkut dapat berupa sedimen marine, batu lempung laut, pasir laut dan batu pasir kapur. Akibat terangkutnya bahan-bahan tersebut, sehingga terjadilah proses sedimentasi.
Pantai ayah mempunyai relief datar (< 1%) dengan permukaan tanah yang datar atau hampir rata dan tidak terlihat kenampakan run off serta tidak terjadi erosi. Daerah ini mempunyai ketinggian 0 m dpl dengan kemiringan 0 %. Pantai ayah tidak memiliki torehan dan mempunyai pola drainase dendritik. Landform ini dipengaruhi oleh proses marine, baik yang bersifat konstruktif (pengendapan atau sedimentasi) maupun bersifat destruktif (abrasi).
Selain itu, daerah ini juga dipengaruhi aktivitas laut yang lain yaitu aktivitas pasang surut. Pada saat air laut pasang, air dapat naik kedarat sampai ketinggian 300 m. sedangkan pada saat surut, akan turun sebesar 300 m pula.
Daerah pantai ayah termasuk dalam kelompok QAC yang formasinya berupa endapan pantai, yang umumnya pasir terpilah baik, sedang atau sangat lepas. Posisinya yaitu di daerah pesisir atau merupakan peralihan antara laut dan daratan. Sedangakan klasifikasi tanahnya termasuk jenis tanah entisol, yang dicirikan oleh bahan mineral tanah yang belum membentuk horizon pedogenik yang nyata, karena pelapukan baru diawali, atau hasil bahan induk yang sukar lapuk seperti pasir kuarsa atau terbentuk dari batuan lepas yang larutnya lambat, seperti batu gamping. Atau topografi sangat miring sehingga kecepatan erosi melebihi pembentuksn pedogenik.
Jenis vegetasi yang tumbuh di daerah pantai adalah tanaman mangrove seperti pohon kelapa dan tanaman bakau yang berdaun kecil-kecil. Selain sebagai tanaman budidaya, tanaman ini juga berfungsi untuk mengurangi abrasi atau pengikisan air laut. Potensi lahan di sekitar pantai ayah digunakan sebagai daerah pariwisata pantai dan taman laut, serat sebagai daerah penangakapan ikan.


VI. KESIMPULAN

1. Telaga Sunyi termasuk dalam grup utama vulkanik dengan sub-grup yang diamati lereng vulkan bawah, relief bergelombang, kemiringan 21% dan ketinggiannya 650 m dpl, sangat tertoreh, pola drinase radial, serta tersusun dari jenis tanah Andisol.
2. Gunung Tugel merupakan grup utama tektonik dan struktural dengan sub-grup cuesta, relief berbukit, kemiringan <35% (sekitar 28%), ketinggian 95 m dpl, agak tertoreh, pola drainase dendritik, tersusun dari sandstone, dan bergenesis lipatan dan patahan.
3. Sungai Serayu dengan grup utama alluvial dan sub-grup berupa dataran banjir, berlekuk, kemiringan 2%, ketinggian 10 m dpl, dan bergenesisi pengendapan atau sedimentasi.
4. Krumput termasuk grup utama tektonik dan struktural dengan sub-grup perbukitan, relief berupa p[erbukitan dan pegunungan, kemiringan 29%, ketinggian 210 m dpl, tersusun dari batuan breksi dan andesit, serta bertipe genesis lipatan dan patahan.
5. Kemranjen mempunyai grup utama marine dengan sub-grup teras rawa belakang, relief datar, kemiringan 1%, ketinggian 20 m dpl, terdiri dari batu pasir, serta bergenesis sedimentasi dan pengangkutan.
6. Gombong dengan grup utama karst dang sub-grup yang diamati perbukitan karst, mempunyai relief berbukit, kemiringan 24%, ketinggian 50 m dpl, terdiri dari batu kapur, dan tipe genesis sedimentasi.
7. Pantai Ayah termasuk dalam grup utama marine dengan sub-grup pesisir pantai, berelief datar, ketinggian 0 m dpl, tersusun dari pasir, dan bertipe genesis proses sedimentasi.





DAFTAR PUSTAKA

Bronto, Sutikno. 2001. Volkanologi. Yoyakarta: Staf Pengajar pada Jurusan Teknik Geologi Sekolah Tinggi Teknologi Nasional.
Darmawijaya, Isa. Klasifikasi Tanah. 1990. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Katili, JA. 1983. Sumber Daya Alam untuk Pembangunan Nasional. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Widayati, Atiek. 1996. Pedoman Klasifikasi Landform (terjemahan). Bogor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar